Related Result

Macam-macam puasa dan manfaatnya



Puasa Arafah
Puasa Arafah adalah puasa pada Hari Arafah, yaitu hari kesembilan dari bulan Dzulhijjah. Puasa ini sangat dianjurkan bagi umat muslim yang tidak pergi haji, sebagaimana terdapat dalam riwayat dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang puasa Arafah:
Saya berharap kepada Allah agar dihapuskan (dosa) setahun sebelumnya dan setahun sesudahnya.(HR Muslim)
Umat Islam berbeda pendapat dalam menentukan tanggal 9 Dzulhijjah. Ada yang menggunakan hisab, rukyah, maupun mengikuti Arab Saudi.
Melaksanakan ibadah haji merupakan salah satu rukun islam yang harus dipenuhi oleh umat muslim. Namun dalam pelaksanaannya, terdapat keringanan yang diberikan Allah bagi umat muslim. Hanya orang-orang yang mampu, baik secara materi maupun rohani yan diwajibkan untuk melaksanakan ibadah haji. Bagi orang yang tidak mampu, tidak perlu memaksakan untuk melaksanakan ibadah haji.
Salah satu rukun dari ibadah haji adalah wukuf di padang Arafah. Bahkan, rasulullah Muhammad saw mnyatakan bahwa wukuf di padang Arafah merupakan puncak dari pelaksanaan ibadah haji. Dan bagi yang tidak melaksanakan ibadah haji, disunnahkan untuk melakukan puasa, yang kita kenal dengan nama Puasa Arafah.
Puasa Arafah adalah puasa yang dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah, seiring dengan dilaksanakannya wukuf di Padang Arafah oleh umat muslim yang melaksanakan ibadah haji. Puasa Arafah ini disunnahkan untuk umat islam yang tidak melaksanakan ibadah haji. Sedangkan bagi yang melaksanakan ibadah haji, disunnahkan untuk tidak melaksanakan puasa Arafah.

Kelebihan Puasa Afarah
Terdapat beberapa hadist yang menjelaskan tentang keutamaan puasa Arafah. Hadist tersebut diantaranya adalah:
Rasulullah s.a.w. bersabda; “Berpuasa pada hari Arafah menghapuskan dosanya setahun sebelum dan setahun sesudahnya”. (Riwayat Imam Muslim)
Dari Abi Qatadah ra Baginda Rasulullah s.a.w. bersabda: Berpuasa pada hari Arafah, sesungguhnya aku mengharapkan dari Allah agar dihapuskan dosa selama satu tahun sebelumnya dan satu tahun sesudahnya.


Dari Abi Qatadah r.a., ia berkata Rasulullah Saw. telah bersabda: “Puasa hari Arafah itu dapat menghapuskan dosa dua tahun, satu tahun yang telah lalu dan satu tahun yang akan datang.” (Riwayat Jama’ah kecuali Bukhari dan Tarmidzi)
Dari hadist tersebut, terlihat dengan jelas bahwa puasa Arafah akan menghapuskan dosa setahun sebelum dan setahun sesudahnya. Dosa yang dimaksud (untuk dihapuskan) bukanlah dosa besar, namun dosa-dosa kecil yang dilakukan oleh umat muslim. Namun, beberapa ulama berpendapat bahwa umat muslim yang dihapuskan dosanya adalah mereka yang tidak pernah melakukan dosa besar. Sedangkan mereka yang melakukan dosa besar, dosa-dosa kecilnya tidak dapat terhapus, sebelum ia melakukan taubatan nassuha.
Wallahu alam bishshawab

Puasa Syawal: Puasa Seperti Setahun Penuh

Salah satu dari pintu-pintu kebaikan adalah melakukan puasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ؟ الصَّوْمُ جُنَّةٌ …
“Maukah aku tunjukkan padamu pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai, …” (HR. Tirmidzi, hadits ini hasan shohih)
Puasa dalam hadits ini merupakan perisai bagi seorang muslim baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, puasa adalah perisai dari perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan di akhirat nanti adalah perisai dari api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda dalam hadits Qudsi:
وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ
“Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhari)
Oleh karena itu, untuk mendapatkan kecintaan Allah ta’ala, maka lakukanlah puasa sunnah setelah melakukan yang wajib. Di antara puasa sunnah yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam anjurkan setelah melakukan puasa wajib (puasa Ramadhan) adalah puasa enam hari di bulan Syawal.
Dianjurkan untuk Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
Puasa ini mempunyai keutamaan yang sangat istimewa. Hal ini dapat dilihat dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari sahabat Abu Ayyub Al Anshoriy, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim)
Pada hadits ini terdapat dalil tegas tentang dianjurkannya puasa enam hari di bulan Syawal dan pendapat inilah yang dipilih oleh madzhab Syafi’i, Ahmad dan Abu Daud serta yang sependapat dengan mereka. Sedangkan Imam Malik dan Abu Hanifah menyatakan makruh. Namun pendapat mereka ini lemah karena bertentangan dengan hadits yang tegas ini. (Lihat Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/56)
Puasa Syawal, Puasa Seperti Setahun Penuh
Dari Tsauban, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ (مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا)
“Barang siapa berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barang siapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal].” (HR. Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)
Orang yang melakukan satu kebaikan akan mendapatkan sepuluh kebaikan yang semisal. Puasa ramadhan adalah selama sebulan berarti akan semisal dengan puasa 10 bulan. Puasa syawal adalah enam hari berarti akan semisal dengan 60 hari yang sama dengan 2 bulan. Oleh karena itu, seseorang yang berpuasa ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan syawal akan mendapatkan puasa seperti setahun penuh. (Lihat Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/56 dan Syarh Riyadhus Sholihin, 3/465). Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat ini bagi umat Islam.
Apakah Puasa Syawal Harus Berurutan dan Dilakukan di Awal Ramadhan Syawal?
Imam Nawawi dalam Syarh Muslim, 8/56 mengatakan, “Para ulama madzhab Syafi’i mengatakan bahwa paling afdhol (utama) melakukan puasa syawal secara berturut-turut (sehari) setelah shalat ‘Idul Fithri. Namun jika tidak berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal maka seseorang tetap mendapatkan keutamaan puasa syawal setelah sebelumnya melakukan puasa Ramadhan.” Oleh karena itu, boleh saja seseorang berpuasa syawal tiga hari setelah Idul Fithri misalnya, baik secara berturut-turut ataupun tidak, karena dalam hal ini ada kelonggaran. Namun, apabila seseorang berpuasa syawal hingga keluar waktu (bulan Syawal)
karena bermalas-malasan maka dia tidak akan mendapatkan ganjaran puasa syawal.
Catatan: Apabila seseorang memiliki udzur (halangan) seperti sakit, dalam keadaan nifas, sebagai musafir, sehingga tidak berpuasa enam hari di bulan syawal, maka boleh orang seperti ini meng-qodho’ (mengganti) puasa syawal tersebut di bulan Dzulqo’dah. Hal ini tidaklah mengapa. (Lihat Syarh Riyadhus Sholihin, 3/466)

Tunaikanlah Qodho’ (Tanggungan) Puasa Terlebih Dahulu
Lebih baik bagi seseorang yang masih memiliki qodho’ puasa Ramadhan untuk menunaikannya daripada melakukan puasa Syawal. Karena tentu saja perkara yang wajib haruslah lebih diutamakan daripada perkara yang sunnah. Alasan lainnya adalah karena dalam hadits di atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Barang siapa berpuasa Ramadhan.” Jadi apabila puasa Ramadhannya belum sempurna karena masih ada tanggungan puasa, maka tanggungan tersebut harus ditunaikan terlebih dahulu agar mendapatkan pahala semisal puasa setahun penuh.
Apabila seseorang menunaikan puasa Syawal terlebih dahulu dan masih ada tanggungan puasa, maka puasanya dianggap puasa sunnah muthlaq (puasa sunnah biasa) dan tidak mendapatkan ganjaran puasa Syawal karena kita kembali ke perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tadi, “Barang siapa berpuasa Ramadhan.” (Lihat Syarhul Mumthi’, 3/89, 100)
Catatan: Adapun puasa sunnah selain puasa Syawal, maka boleh seseorang mendahulukannya dari mengqodho’ puasa yang wajib selama masih ada waktu lapang untuk menunaikan puasa sunnah tersebut. Dan puasa sunnahnya tetap sah dan tidak berdosa. Tetapi perlu diingat bahwa menunaikan qodho’ puasa tetap lebih utama daripada melakukan puasa sunnah. Hal inilah yang ditekankan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin -semoga Allah merahmati beliau- dalam kitab beliau Syarhul Mumthi’, 3/89 karena seringnya sebagian orang keliru dalam permasalahan ini.
Kita ambil permisalan dengan shalat dzuhur. Waktu shalat tersebut adalah mulai dari matahari bergeser ke barat hingga panjang bayangan seseorang sama dengan tingginya. Kemudian dia shalat di akhir waktu misalnya jam 2 siang karena udzur (halangan). Dalam waktu ini bolehkah dia melakukan shalat sunnah kemudian melakukan shalat wajib? Jawabnya boleh, karena waktu shalatnya masih lapang dan shalat sunnahnya tetap sah dan tidak berdosa. Namun hal ini berbeda dengan puasa syawal karena puasa ini disyaratkan berpuasa ramadhan untuk mendapatkan ganjaran seperti berpuasa setahun penuh. Maka perhatikanlah perbedaan dalam masalah ini!
Boleh Berniat di Siang Hari dan Boleh Membatalkan Puasa Ketika Melakukan Puasa Sunnah
Permasalahan pertama ini dapat dilihat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk menemui keluarganya lalu menanyakan: “Apakah kalian memiliki sesuatu (yang bisa dimakan, pen)?” Mereka berkata, “tidak” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Kalau begitu sekarang, saya puasa.” Dari hadits ini berarti seseorang boleh berniat di siang hari ketika melakukan puasa sunnah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga terkadang berpuasa sunnah kemudian beliau membatalkannya sebagaimana dikatakan oleh Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha dan terdapat dalam kitab An Nasa’i. (Lihat Zadul Ma’ad, 2/79)
Semoga dengan sedikit penjelasan ini dapat mendorong kita melakukan puasa enam hari di bulan Syawal, semoga amalan kita diterima dan bermanfaat pada hari yang tidak bermanfaat harta dan anak kecuali yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallaahu ‘alaa nabiyyina Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shohbihi wa sallam.
5 Syawal 1428 H (Bertepatan dengan 17 September 2007)

Puasa Senin Kamis
Titipan dari kawan sebelah, sebuah artikel mengenai Puasa Senin-Kamis, semoga bermanfaat bagi kita-kita,... Langsung aja cekidot ...


assalaamu'alaikum wr. wb.

aku cuma mau bagi2 ilmu aja, siapa tau bermanfaat. jadi ceritanya, semalam (pada hari kamis), aku menemui guruku di sebuah mesjid di Bontang. setelah berbincang2, guruku menyinggung masalah puasa senin-kamis padaku. siang hari itu aku habis main futsal bareng temen2. kemudian beliau nanya, "wahh.. kalo main bola siang2 gitu, puasanya gimana dong?" sambil bergurau ya kujawab, " wahh.. saya kalo lagi liburan ga bs puasa e pak.. lagian kemaren senin saya juga ga puasa." "trus apa hubungannya gitu?" tanyanya. "yaa kan namanya puasa senin-kamis. ga ada dong namanya puasa kamis doang.." "trus klo misalnya kamu puasa hari senin, berarti kamis puasa?" tanya beliau lagi. "belum tentu pak. pokoknya hari senin tu penentunya. hahahaha.." sambil ketawa aku njawab. kemudian beliau menjelaskn bahwa sebenernya kenapa Rasulullah SAW tu ngelakuin puasa di hari kamis adalah karena di hari kamis itulah hari dimana malaikat Rakib dan Atid tu setoran amalan2 kita selama seminggu ini. alangkah akan lebih bagus kalo amalan2 kita selama seminggu ditutup dengan ibadah puasa, ya ga? itu kenapa Nabi SAW berpuasa di hari itu. namun setelah mbaca2 di internet, aku menemukan dalil yang agak berbeda tapi kurang lebih sama. begini bunyinya:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَأَنَا صَائِمٌ

Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa.(HR. Tirmidzi no. 747. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih lighoirihi (shahih dilihat dari jalur lainnya). Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1041.)

Dan kenapa sama hari senin? karena eh karena, hari senin itu ternyata adalah hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Dari Abu Qotadah Al Anshori radhiyallahu
anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai puasa pada hari Senin, lantas beliau menjawab,

ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَىَّ فِيهِ

Hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus atau diturunkannya wahyu untukku.(HR. Muslim no. 1162.)

dari situ aku mulai berfikir, ternyata lebih baik puasa kamis daripada senin. maka ntar kalo misalnya hari senin aku ga bisa puasa, aku ga bakal ragu2 lagi buat puasa di hari kamis. tapi itu hanya kalo kepepet. aku akan selalu berusaha untuk bisa puasa senin-kamis dong, pastinya. hahaha
semoga notice-ku ini bisa bermanfaat buat kalian semua. kalo banyak yang salah, wajar. karena aku adalah manusia yang selalu penuh dengan kesalahan. kalo ada yang bener, pasti itu dari Allah SWT. wallahu a'lam.

Keistimewaan Puasa Pada Hari Senin-Kamis

Puasa senin-kamis adalah puasa yang sering diamalkan oleh Nabi Muhammad SAW, para sahabat dan sudah tentunya menjadi tradisi bagi umatnya. Semua orang islam belum tentu mengetahui tentang amalan ini. Meskipun sudah ada yang tahu tetapi belum tentu mengetahui keajaiban-keajaiban yang ada di balik puasa senin-kamis. Keistimewaan Puasa Pada Hari Senin-Kamis
Nabi Muhammad SAW selalu menunggu-nunggu kehadiran hari senin dan hari kamis untuk melaksanakan ibadah puasa. Diakui atau tidak, realitas membuktikan bahwa puasa senin-kamis telah sukses “mengubah” kondisi-kondisi manusia ketidakbaikan sehingga menjadi kebaikan yang diharapkan oleh manusia.

Keistimewaan Puasa Pada Hari Senin-Kamis

Keistimewaan Puasa Pada Hari Senin-Kamis. Puasa senin-kamis telah mengubah kepribadian yang “kumuh” menjadi kepribadian yang “cantik dan menawan.” Semua ini tentu berawal dari segala keistimewaan dan kelebihan.
Keistimewaan Puasa Pada Hari Senin-Kamis. Manfaat dari puasa senin-kamis ini memang begitu dahsyat yang terkandung di dalam puasa senin-kamis bagi kehidupan manusia. Puasa senin-kamis harus melaksanakan dengan ikhlas. Puasa senin-kamis ini adalah sunah boleh dikerjakan dan boleh tidak dikerjakan, kalau dikerjakan maka akan mendapatkan pahala dan kalau tidak dikerjakan tidak mendapatkan pahala.

Keistimewaan Puasa Pada Hari Senin-Kamis

Artikel tentang keistimewaan puasa pada hari senin-kamis, puasa senin-kamis merupakan puasa sunah yang istimewa bagi umat islam. Puasa senin-kamis sangatlah istimewa dalam kehidupan manusia sehari-harinya. Puasa senin-kamis ini merupakan juga pintu masuk ke dalam surga. Keistimewaan Puasa Pada Hari Senin-Kamis.

Recommended Posts :

0 comments:

Post a Comment - Kembali ke Konten

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Related Result

 

Alexa Site Info

Histats